Satu lagi postingan blog yang berasal dari tugas sekolah saya :D ya... Semoga bermanfaat :)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Islam adalah salah satu agama terbesar di
Indonesia. Karena Islam adalah suatu agama yang dianggap agama paling baik
diantara semuanya. Dan islam juga termasuk salah satu agama yang cinta akan
perdamaian dan tidak ada pemaksaan dalam pemeluknya. Islam adalah suatu agama
yang turun langsung atas perintah Allah dan melalui para rasulnya. Seperti nabi
terakhir kita Muhammad S.A.W yang telah menyempurnakan islam menjadi agama yang
benar dan sempurna.
Namun di Indonesia islam mulai masuk di
Indonesia sekitar abad 14 yang dibawa oleh pedangang islam yang berasal dari
Asia Barat, yaitu Gujarat dan Arab. Islam mulai masuk melalui jalur
perdangangan dan kemudian menyebar dengan berbagai akulturasi budaya lainnya.
Sehingga islam mulai berkembang di Indonesia. Banyak juga para ulama yang mulai
mengembangkan islam contoh nya yang paling terkenal di pulau Jawa adalah Wali
Songo, yang turut serta menyebarkan agama islam, khususnya di pulau Jawa.
Sebelum islam itu berkembang di Indonesia,
sudah sangat jelas bahwa Indonesia menganut berbagai macam aliran agama.
Contohnya saja animisme dan dinamisme, yaitu salah satu kepercayaan masyarakat
Indonesia kuno yang mengagung-agungkan sesuatu yang bersifat magis. Dan juga
mulai muncul agama Hindu dan Budha yang mnyebabkan banyak berdirinya kerajaan-
kerajaan yang bercorak Hindu atau Budha.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana
kondisi Indonesia sebelum Islam masuk dan berkembang?
1.3
Tujuan
1.
Menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Islam di Indonesia.
2.
Mengetahui bagaimana kondisi islam di
Indonesia.
3.
Mengenal berbagai kepercayaan
masyarakat Indonesia sebelum masuknya Islam.
1.4
Manfaat
1.
Menambah wawasan pembaca mengenai
agama islam.
2.
Agar pembaca menjadi lebih paham
mengenai islam di Indonesia.
3.
Untuk mempermudah pembelajaran
mengenai penyebaran islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas
Kondisi Geografis Indonesia
Nama Indonesia digunakan dalam pembahasan ini untuk
menunjukkan seluruh kesatuan wilayah yang membentuk negara Republik Indonesia.
Nama ini untuk pertama kali digunakan oleh Adolf Bastian (seorang etnolog
Jerman) pada tahun 1884M untuk mengidentifikasikan seluruh wilayah kepulauan
Indonesia. Kepulauan ini juga dulu dikenal dengan sebutan Nusantara.
Indonesia adalah kelompok kepulauan terbesar di dunia.
Diperkirakan kurang lebih 3.000 pulaunya. Kepulauan Indonesia sangat panjang
yang terbentang dari Barat ke Timur yaitu dari titik terbarat Sumatra sampai ke
titik paling Timur Irian Jaya(Papua). Kepulauan Indonesia termasuk salah satu
wilayah yang terbanyak gunung berapinya. Di Jawa, Sumatra dan beberapa pulau
lainnya terdapat lebih dari 100 buah gunung berapi yang masih aktip.
Indonesia mempunyai iklim tropis yang sangat
dipengaruhi oleh pegunungan dan laut. Temperatur berkisar 20 derajat Celsius
sampai 30 derajad Celsius. Curah hujan lebih dari 102 cm setahun. Beberapa
daerah seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Maluku lebih banyak
turun hujannya. Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh dua musim, musim kemarau
dan hujan. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei sampai dengan September
dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai dengan April.
Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan
Australia, dua samudra India dan Fasifik. Karena letaknya yang demikian,
kepulauan ini menjadi jembatan penyeberangan berbagai bangsa di zaman dahulu
(pra Sejarah). Dan tak kurang pula pentingnya adalah letak Indonesia pada jalur
perdagangan di antara dua pusat perdagangan “Internasional” zaman dulu (Sejarah
Indonesia Klasik), yaitu antara India dan Cina. Juga memungkinkan Indonesia
senantiasa dilalui oleh pelayaran tersingkat antara Asia Timur disatu pihak dan
Asia Selatan-Asia Barat-Afrika di pihak lain. Jadi tepat dikatakan bahwa
kepulauan Indonesia terletak pada persimpangan jalan dunia.
B. Agama dan
Kepercayaan
Agama anutan penduduk yang mendiami kepulauan
Nusantara sebelum tersiarnya agama Islam adalah agama Hindu dan Budha. Dan
sebelum berkembangnya kedua agama tersebut tiap suku atau masyarakat Nusantara
telah memiliki sistem religi yang beraneka ragam.
Dari hasil penelitian ilmu Antropologi dan Sosiologi
terhadap suku-suku bangsa di kepulauan Nusantara ini, terlihat adanya keaneka
ragaman sistem kepercayaan itu. Fenomena keagamaan itu terlihat dengan jelas
baik pada suku bangsa yang memang secara resmi belum menyatakan diri sebagai
penganut agama besar, misalnya Pelbegu-Nias (Sumatera), Kaharingan-Dayak
(Kalimantan), Aluk Todolo-Toraja, Patuntung dan Tolotan (Sulawesi Selatan).
Sesungguhnya sangat sulit untuk mengungkap sistem
agama dan kepercayaan yang menjadi anutan masyarakat di kepulauan Nusantara
secara keseluruhan, oleh karena sumber-sumber yang dapat dijadikan bahan
penelitian sangat minim sehingga juga sangat sulit dapat diketahui mengenai
proses perbauran antara sistem kepercayaan asli tiap etnis di kepulauan
Nusantara dengan sistem kepercayaan pada agama Hindu dan Budha. Yang pasti
sebelum kedatangan agama besar itu, nenek moyang bangsa Indonesia bukanlah
bangsa liar yang tidak mempunyai sistem religi dan kepercayaan, tetapi mereka
telah tunduk dan patuh pada sistem yang mengaturnya sesuai dengan alam pikiran
mereka sendiri.
Banyak faktor yang menjadi indikator, mengapa agama
Hindu dan Budha tersiar dan tersebar di kepulauan Nusantara kemudian menyatu
dengan sistem religi setempat. Antara lain bahwa agama yang berasal dari India
selatan itu adalah merupakan akar yang utama dari kebudayaan yang termaju di
kawasan Asia pada abad-abad pertama Masehi itu.
Untuk menyamakan kedudukan agar setarap dengan
kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa India, maka seyogyanyalah tiap suku
bangsa yang mengadakan hubungan dengan mereka untuk mengambil dan menerima
sistem kepercayaan agama Hindu dan Budha, seterusnya akan mempengaruhi sistem
kehidupan sosialnya. Berubahlah alam gaib dari sebahagian orang Indonesia
menjadi sama dengan alam gaib menurut agama Hindu dan Budha, begitu pula sistem
kekerabatan, sistem pemerintahan, kesenian dan sebagainya.
Para ahli sejarah mengatakan bahwa agama Budha yang
lebih awal tersiar di Indonesia kemudian agama Hindu, setidak-tidaknya
kedatangan hamper bersamaan, meskipun kita ketaahui bahwa agama Hindu itu jauh
lebih tua dari agama Budha.
Bilamana dan Bagaimana agama Budha itu memulai
perkembangannya di kepulauan Nusantara, belum dapat diketahui dengan pasti.
Diduga bahwa sejak abad 1 Masehi agama Budha/Hindu telah mulai masuk secara
berangsur-angsur ke Indonesia. Keterangan paling awal diperoleh dari Fa Hsien
seorang Bikhu Cina yang pernah mengunjungi pulau Jawa 414 M. Menurut
keterangannya penduduk pulai yang dikunjunginya itu menganut agama Budha. Bikhu
Gunawarman dari Kasmir juga pernah menetap di pulai Jawa sekitar tahun 421 M.
Ia menyebar luaskan pengajaran agama Budha, malah berhasil menterjemahkan
pustaka suci agama Budha dari aliran Dar, Agupta yaitu Mulasarvastivadanikava
ke dalam bahasa Sansekerta. Kerajaan yang dikunjungi Fa Hsien diperkirakan adalah
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat (400-500 M) dengan rajanya yang terkenal.
Menurut pengakuannya pada kerajaan itu penganut Budha
sedikit. Kebanyakan penduduk masih menganut agama “kotor” yaitu agama asli
penduduk yang sudah lama dianut sebelum kedatangan agama Budha di Indonesia.
Pada tahun 672 M., Bhikhu l Tsing dalam perjalanannya
dari Kanton (Cina) menuju India mengunjungi Kerajaan Sriwijaya dan menetap
sekitar enam bulan untuk belajar bahasa Sansekerta. Agama Budha berkembang
mengikuti laju perkembangan Kerajaan Sriwijaya. Di ibu kota Sriwijaya telah
berdiri Perguruan Tinggi Agama Budha. I Tsing menyebut Perguruan Tinggi itu
negeri Fo Shih, di sana belajar lebih seribu Bhikhu Budha seperti halnya di
India. Bahkan Bhikhu Cina sebelum ke India belajar, Universitas Nalanda, ia
terlebih dulu belajar selama dua tahun di Perguruan Tinggi tersebut. Ini
merupakan bukti adanya jalinan kuat antara kedua perguruan tinggi agama itu.
Sedang agama Hindu masuk ke Indonesia dapat dipahami
juga dari beberapa kerajaan tertua yang menganut agama Hindu seperti, Kerajaan
Kutai 4 M, Mataram Kuno, Medang Kamulan/Isyana, Kediri dan Singosari dan
Majapahit. Ini menunjukkan adanya jalinan kuat antara pemerintah setempat
dengan negara asal agama tersebut.
C. Politik dan Pemerintahan
Bukti tentang politik dan pemerintahan yang ada di
Nusantara dapat di lacak dari munculnya kerajaan-kerajaan tertua yang pernah
ada di Indonesia. Sebagai contoh prasasti dari Kutai yang selama ini telah
menjadi patokan babakan dimulainya masa sejarah Indonesia dapat memberikan
gambaran akan adanya sistem politik dan pemerintahan ketika itu.
Keberadaan raja sebagai pemimpin erat hubungannya
dengan golongan lain dari kelompok keagamaan yaitu para brahmana. Hubungan ini
pula yang dapat memberikan gambaran lebih jauh akan sistem pemerintahan dan
politik ketika itu. Struktur birokrasi sebagai inti pemerintahan ada yang
mengatakan mulai dapat dilacak sejak masa Sriwijaya. Sejumlah prasasti
menunjukkan adanya pelaksanaan dari keputusan raja dilengkapi dengan perincian
saksi dan imbalan-imbalan yang diterimanya.
Dari beberapa kerajaan yang tertua di Nusantara telah menunjukkan tentang
bagaimana tatanan politik dan pemerintahannya. Kekuasaan pemerintah pusat
diperkuat dengan melakukan program-program yang berhubungan dengan upacara dan
birokrasi. Pesta-pesta tahunan merupakan sarana pengkonsentrasian rakyat dalam
jumlah banyak di ibukota. Hasil-hasil industry dan pertanian dalam kualitas dan
kuantitas lebih disediakan untuk upacara. Hasil pertanian, pajak dan kerja
wajib dibuutuhkan untuk penyelenggaraan ini. Di sinilah loyalitas penguasa
bawahan kepada penguasa atasan, antara rakyat dengan penguasanya akan dipakai
sebagai ukuran.
Upacara agama menimbulkan arti yang lebih besar dan
menyebabkan tumbuhnya pusat-pusat kehidupan. Selain rakyat tentunya, di sana
akan terkonsentrasi struktur-struktur upacara seperti candi, makam dan tempat
suci lainnya. Hal ini membuat berkembangnya pusat-pusat politik dan menjadi
kohesif bagi pusat pemerintahan.
Koordinasi dan integrasi masyarakat yang dilakukan
oleh pemerintah pusat menimbulkan kebutuhan akan birokrasi untuk mengorganisasi
dan mengawasi pungutan pajak, upeti,dan barang-barang yang ada. Akibatnya basis
kekuasaan sebagian besar ada di tangan birokrasi. Penguasa dan birokrasi,
keduanya didasarkan pada kekuatan untuk mengeksploitasi agraris dan
perdagangan, menjadi kekuatan yang paling dominan secara politik dan kultural.
Yang jelas, sebelum datangnya Islam bahwa perkembangan
politik dan pemerintahan dalam mengelola negara adalah bersifat sentralisasi
dan monopolisasi jabatan pemerintahan di tangan sekelompok penguasa yang
dikepalai seorang rajayang paling dominan. Hubungan antara raja dengan
pegawai-pegawai di bawahnya berbentuk sebagai hubungan clientship yaitu ikatan
antara seorang penguasa politik tertinggi dan orang yang dikuasakan untuk
menjalankan sebagian dari kekuasan penguasa tertinggi.
D. Perekonomian dan
Perindustrian
Telah diketahui bahwa pada masa kerajaan-kerajaan
tertua yang pernah ada di Nusantara ini, juga telah disinggung bagaimana
kehidupan ekonomi masyarakat ketika itu. Pemukiman yang terpencar
dilembah-lembah sungai dan di dataran-dataran pegunungan, di sanalah terdapat
komunitas-komunitas dengan segala aktivitasnya sebagai pendukung utama keberlangsungan
stabilitas ekonomi pemerintahan. Toh begitu, daerah pedalaman adalah daerah
agraris yang tertutup. Perdagangan, sebagai satu aktivitas ekonomi yang
menuntut adanya keterbukaan hanyalah dilakukan oleh sedikit golongan rakyat
yang harus berjalan jauh dengan pedati-pedati atau sampan mereka untuk
berdagang. Perdagangan luar negeri hanyalah berpengaruh terutama pada istana
dan para pedagang dan kota-kota pelabuhan. Perdagangan itu tidak untuk
kepentingan massa penduduk desa, kaum bangsawan, ataupun pemuka agama daerah.
Sebagaian perdagangan interinsuler negeri Jawa
terutama pada perdagangan beras. Istana sebagai pemegang pengawasan di seluruh
daerah, mempunyai kekuasaan tertinggi atas transaksi perdagangan. Di kota-kota
pantai kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh kaum aristokrasi yang
mendominasi perdagangan, baik sebagai pemegang/pemberi modal ataupun
kadang-kadang sebagai pelaku perdagangan.
Dalam perspektif sejarah kalau di telaah bahwa
kerajaan-kerajaan yang pernah ada itu menjadikan perdagangan sebagai basis
kekuatan politik dan hubungan yang tetap dengan kebudayaan asing atau negara
lain.
Sisi lain perekonomian adalah pertanian yang merupakan
tulang punggung perekonomian sebagian besar pemerintahan yang pernah ada di
wilayah Nusantara. Hasil pertanian persawahan menjamin stabilitas dan
persediaan makanan secara teratur. Organisasi pekerjaan yang dibutuhkan dalam
pengolahan lahan persawahan pada skala yang luas berhubungan timbal-balik
dengan perkembangan masyarakat dan administrasi. Beras menjadi tulang punggung
utama ekonomi kerajaan. Surplus hasil pertanain yang terjadi, kemudian bahkan
menjadi komoditas ekspor. Beras dipertukarkan dengan komoditas lainnya,
rempah-rempah (dari wilayah lokal) yang kemudian dipertukarkan dengan komoditas
perdagangan dari luar seperti kain, keramik dan lain-lain terutama dari India
dan Cina.
Sebagai contoh pada masa Kerajaan Majapahit berkuasa,
para pedagang asing berdatangan ke wilayah kekuasaan Majapahit, seperti dari
Champa, Thailand, Birma, Srilankka dan India. Mereka kemudian sebagian bermukim
di Jawa dan bahkan ada beberapa diantaranya yang kemudian ditarik pajak.
Sebagai perimbangan kehidupan perekonomian yang
semakin maju, maka di bidang industri juga terpacu untuk berkembang. Pengertian
industry di sini meliputi industry rumah tangga, kerajinan dan industri logam.
Sekali lagi data arkeologi menunjukkan bukti-buuktinya yaitu sumber prasasti
dan artefak yang telah ditemukan. Ada istilah Perundagian yang berkaitan dengan
kepandaian, kehlian seseorang yang memerlukan keahlian khususnya, misalnya
tukang kayu atau ahli bangunan. Dalam beberapa prasasti kuno ditemukan beberapa
keterampilan membuat suatu benda (alat) denggan istilah undagi seperti undagi
lancang (pembuat perahu), undagi batu (pemahat batu), undagi pengarung (pembuat
terowongan), undagi kayu (tukang kayu), undagi rumah (pembuat rumah). Selain
itu ditemukan juga kelompok yang disebut pande mas (pandai emas), pande wse
(pandai besi), pande tambra (pandai tembaga), pande kangsa (pandai perunggu), pande
dadap (pandai tameng/perisai). Mereka selain membuat benda/alat itu untuk
kebutuhan mereka dan rakyat biasa, juga untuk memenuhi kebutuhan raja dan
kerabatnya.
E. Seni dan
Sastra
Berbicara tentang seni akan ditemukan satu keragaman
yang luar biasa bentuk dan jenisnya, karena seni adalah penjelmaan dari rasa
indah yang terkandung di dalam hati orang yang dilahirkan dengan perantaraan
alat-alat komunikasi ke dalam bentuk-bentuk yang dapat ditangkap oleh indera
pendengaran (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan
perantaraan gerak (seni tari,drama).
Pada saat itu, bentuk-bentuk seni yang telah
berkembang yaitu seni musik, seni tari, wayang, lawak, dan tari topeng.
Bentuk-bentuk seni tersebut secara tak langsung sebagian besar terdokumentasikan
pada pahatan-pahatan relief di candi-candi yang tersebar di berbagai tempat.
Sedangkan seni yang tidak meninggalkan artefak dapat dikategorikan sebagai seni
pertunjukan. Kemudian pada masa Kerajaan Medang Kamulan, rajanya Airlangga, di
mana seni tari dan musik berkembang dengan baik.
Bentuk-bentuk karya seni berbahan tanah juga ada
seperti wadah, dinding sumur, lantai, dinding, penyimpan uang juga ada yang
berfungsi estetis murni ataupun religious seperti patung, amulet, patung
binatang, miniature bangunan, mata uang. Bahan dari keramikdan porselin
kebanyakan berupa alat-alat makan dan minum yang kadang-kadang difungsikan juga
untuk hiasan.
Seni gamelan adalah adalah salah satu unsur budaya
yang telah dimiliki oleh Bangsa Indonesia sebelum datangnya pengaruh India.
Panjangnya pengaruh dan perubahan, maka tentunya gamelan juga telah banyak
mengalami perkembangan baik bentuk dan kualitasnya. Dari sumber prasasti,
gamelan dari masa jawa kuno khususnya dapat dikelompokkan menjadi jenis
chordopohones (alat music yang bunyinya dihasilkan dengan memetik kawat, contoh
kecapi, siter,clempung), aerophones (alat musik tiup, contoh seruling,
terompet), membranophones (alat musik pukul dengan penutup seperti gendang),
idiophones (alat musik yang dirangkai, contohnya gong, reyong), dan xylophones,
(alat musik bilah gambang, kulintang pada masa sekarang).
Sedangkan perkembangan sastra khususnya ketika masuk pengaruh Hindu-Budha
ke Nusantara cukup mengalami perkembangan. Seperti kitab Mahabrata dan Ramayana
adalah menjadi dasar ditemukannya gubahan-gubahan cerita yang sangat mungkin
diambil sebagian atau utuh melahirkan naskah sastra yang lain. Naskah yang ada
biasanya dalam bentuk sastra yang menceritakan tentang pengalaman ataupun
kemuliaan seorang raja yang berkuasa ketika itu. Kitab Bratayudha berisi
tentang kemenangan Kediri atas Jenggala (ini adalah hasil gubahan bebas dari
bahagian buku Mahabrata). Salah seorang pujangga yang terkenal pada masa
kerajaan ini ialah Mpu Kanwa menggubah suatu Syair bernama Arjunawiwaha
(Perkawinan Arjuna), saduran dari bagian Mahabrata. Arjunawiwaha merupakan
hasil kesusastraan jawa yang seindah-indahnya. Isinya mengisahkan perkawinan
Erlangga dengan putrid Sumatra, dalam tahun 1030 M., syair itu disadur juga ke
dalam cerita wayang.
Tiap-tiap daerah mempunyai naskah-naskah yang
sekaligus merupakan sumber sejarah. Ada cerita pararaton, yaitu menceritakan
tentang keberadaan raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Singosari. Kitab
Nagarakertagama, yaitu menceritakan tentang hubungan silsilah raja-raja
Majapahit dengan raja-raja Singosari. Kitab Sutasomo, yaitu merupakan karya Mpu
Tantular yang terdapat kalimat “Bhinneka Tunggal Ika”. Ungkapan ini digunakan
untuk menyatakan bahwa ajaran Hindu-Budha berbeda tetapi memiliki asas yang sama
(Kerajaan Majapahit).
Kebudayaan masa itu adalah kebudayaan istana, artinya
kebudayaan adalah ciptaan para penguasa, milik serta hasil karya eksklusif dari
birokrasi. Monument-monumen, kesusasteraan, tulisan-tulisan teokratis dan
ajaran-ajaran hukum dan agama menjadi milik para bangsawan dan rohaniawan.
Seluruh kebudayaan menjadi menjulang tinggi di atas rakyat kebanyakan.
Kebudayaan bukanlah harta benda kultural rakyat.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Islam adalah suatu agama yang paing
sempurna. Dan Islam juga termasuk salah satu agama yang paling besar pemeluknya
di Indonnesia. Namun sebelum islam masuk dan menyebar di Indonesia, Indonesia
menganut beberapa kepercayaan. Yaitu Animisme, dinamisme dan Hindu-Budha yang
memiliki dampak yang besar bagi Indonesia.
3.2
Saran
Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami sebagai penyusun makalah ini menginginkan kritik
dan saran guna untuk memperbaiki makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna bagi pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar